Memutus Rantai
Bebas Riba & Menuju Kebebasan Finansial
Kata Pengantar
Menjadi Pengusaha di Usia 15 dan Meraih Kebebasan Finansial di Usia 35
Ketertarikanku pada bisnis dan pemecahan masalah dimulai saat aku masih remaja. Pada usia 15 tahun, aku menemukan gairahku dalam mencari solusi dengan memenuhi permintaan mainan hewan peliharaan digital Tamagotchi yang belum terpenuhi di kalangan anak-anak di Jakarta, Indonesia. Usaha awal itu meluncurkan perjalanan tiga dekade dalam menciptakan bisnis, mengembangkan solusi teknologi, dan membangun gerakan sosial-ekonomi.
Setiap pengalaman memberiku pelajaran berharga—bagaimana cara bernegosiasi, menetapkan harga yang adil, dan mengelola sumber daya yang terbatas. Namun, pelajaran terpenting adalah ini: peluang ada di mana-mana jika kamu tetap membuka mata, dan usaha yang konsisten akan membuahkan hasil—terutama jika kamu tidak gentar oleh kesalahan.
Setelah memulai dan menjalankan serangkaian bisnis di berbagai industri, pada usia 35 tahun, aku telah mencapai apa yang kebanyakan orang sebut kebebasan finansial—di mana pendapatan bisnis dan investasiku dapat menutupi kebutuhan dasarku, bahkan jika aku beristirahat sejenak. Namun, perjalanan untuk sampai ke sana memakan waktu 20 tahun. Itu bukanlah jalan lurus atau kemenangan instan, melainkan proses yang stabil dalam menghindari jebakan utang, menginvestasikan kembali keuntungan dengan bijak, dan selalu memegang teguh prinsip-prinsipku.
Saat itu, aku berpikir inilah jalan yang wajar—bekerja keras, mencari tahu sendiri, dan akhirnya bebas. Namun belakangan, aku menyadari bahwa kebanyakan orang tidak punya waktu dua dekade untuk bereksperimen, gagal, dan mencoba lagi. Jika aku bisa memadatkan pelajaran 20 tahun itu menjadi 5 tahun untuk orang lain, bukankah itu akan sangat berharga?
Menghabiskan Tiga Dekade di Amerika Utara, Jauh dari Indonesia
Tidak lama setelah usaha awalku di dunia wirausaha, aku pindah ke Amerika Utara, tempat aku tinggal, belajar, bekerja, dan menjalankan usaha selama tiga dekade dalam lingkungan yang dibentuk oleh kerangka kerja kapitalis berbasis riba.
Sebagai seorang Muslim, aku menghadapi tantangan untuk menyelaraskan keinginanku menghindari riba (bunga) dengan sistem ekonomi yang seolah-olah berputar di sekelilingnya. Segalanya—mulai dari KPR (Kredit Pemilikan Rumah), kredit mobil, hingga utang pendidikan—bergantung pada suku bunga. Menjalani aktivitas keuangan sehari-hari tanpa terjerat riba membutuhkan usaha yang luar biasa.
Aku juga menyadari bahwa kesuksesan finansial membutuhkan beragam keahlian—akuntansi, penjualan, pemasaran, coding, dan banyak lagi. Namun, bahkan dengan semua keahlian ini, aku masih butuh 20 tahun untuk mencapai stabilitas finansial. Melihat ke belakang, aku bertanya-tanya:
Bagaimana jika ada cara bagi orang lain untuk mencapai kebebasan finansial tanpa harus berjuang selama puluhan tahun dalam sistem yang dirancang untuk membuat mereka terus bergantung?
Kembali ke Tanah Air Setelah 17 Tahun untuk Menyelidiki Kondisi di Indonesia
Meskipun aku membangun hidupku di Amerika Utara, aku selalu merasakan tarikan ke Indonesia, tanah kelahiranku. Setelah 17 tahun pergi, aku meluangkan waktu di Indonesia untuk mencari tahu bagaimana masyarakat biasa mengelola keuangan mereka.
Aku berbicara dengan politisi, pengusaha, dan akademisi, mendapatkan wawasan tentang struktur keuangan yang lebih luas. Namun, aku juga berbicara dengan buruh, pekerja jasa, dan pedagang kecil—mereka yang menjalani realitas sehari-hari ekonomi yang dibangun di atas riba.
- Banyak yang mengambil pinjaman berbasis riba kecil untuk membeli motor agar bisa bekerja, hanya untuk mendapati diri mereka membayar bunga yang membengkak dan menggerogoti penghasilan mereka.
- Yang lain menyimpan tabungan mereka di bank konvensional dengan imbal hasil yang sangat kecil, nilainya terus tergerus inflasi.
- Orang-orang bekerja keras, namun merasa terjebak—seolah-olah seberapa pun penghasilan mereka, keamanan finansial tetap di luar jangkauan.
Semakin banyak orang yang kutemui, semakin aku yakin bahwa sistem keuangan bebas riba bukan hanya sebuah idealisme agama kita—tetapi sebuah kebutuhan praktis.
Sistem Rusak yang Menjebak Manusia
Kembali ke Indonesia, aku melihat secara langsung bagaimana kesenjangan pendapatan, korupsi, dan utang yang mencekik membuat orang terus berjuang. Keluarga-keluarga yang bekerja keras masih menemukan diri mereka terjebak dalam lingkaran utang, terpaksa mengambil pinjaman dengan syarat-syarat yang eksploitatif hanya untuk bertahan hidup.
Aku menyadari bahwa keluar dari sistem ini bukan hanya soal literasi keuangan—tetapi membutuhkan sebuah model alternatif secara keseluruhan.
Selama bertahun-tahun, aku berpikir bahwa kebebasan finansial adalah perjalanan individu—sesuatu yang kamu capai melalui disiplin, pengetahuan, dan investasi cerdas. Namun, melihat perjuangan ini dari dekat membuatku mengerti bahwa kesuksesan pribadi tidak berarti banyak jika orang-orang di sekitarmu masih terperangkap dalam sistem yang tidak adil.
Pendekatan Baru: Lahirnya BangNano
Menjadi jelas bahwa untuk membebaskan diri diperlukan lebih dari sekadar usaha individu—diperlukan pendekatan holistik. Literasi keuangan, keselarasan spiritual, dan alternatif berbasis komunitas terhadap sistem berbasis riba adalah hal-hal yang esensial.
Kesadaran itulah yang melahirkan BangNano—sebuah gerakan akar rumput yang dibangun di atas kepercayaan, kolaborasi, dan keuangan yang didukung aset riil.
Nama itu sendiri mencerminkan misinya:
- “Bang”: Sapaan akrab dalam bahasa Indonesia yang berarti “kakak laki-laki”, sosok pembimbing dan pelindung.
- “Nano”: Sesuatu yang kecil dan sederhana—mewakili orang biasa yang berjuang untuk memperbaiki hidup mereka tanpa dibayangi oleh lembaga keuangan besar yang impersonal.
Bersama-sama, BangNano berarti “Kakak bagi yang Kecil”—sebuah gerakan ekonomi dan sosial yang menggantikan eksploitasi berbasis bunga dengan kemakmuran yang adil, transparan, dan didukung aset riil.
Visi untuk Kehidupan yang Seimbang
BangNano bukan hanya tentang menghindari riba—ini tentang memberi orang kesempatan nyata untuk memiliki martabat finansial.
Ini tentang kemandirian.
Ketika pertama kali memulai perjalanan ini, aku berpikir kebebasan finansial adalah usaha sendiri—tetapi aku menyadari kekayaan sejati datang dari mengangkat orang lain bersamamu.
Itulah mengapa BangNano ada: untuk memastikan tidak ada seorang pun yang harus menempuh jalan ini sendirian.
Melangkah ke Depan
Di bab-bab selanjutnya, kita akan menjelajahi:
- Mengapa sistem ekonomi saat ini menjebak orang, termasuk pembahasan mendalam tentang riba dan mata uang fiat1.
- Bagaimana membangun keamanan finansialmu sendiri, termasuk strategi untuk melindungi, menumbuhkan, dan membagikan kekayaanmu.
- Bagaimana membangun dan bergabung dengan komunitas bebas riba, menciptakan model keuangan berdasarkan kepercayaan, kolaborasi, dan pembangunan kekayaan yang etis.
Semuanya dimulai dengan pencarian pribadi untuk kebebasan finansial. Tetapi ketika aku kembali ke tanah air, aku melihat bahwa banyak orang tidak punya ruang untuk membuat kesalahan—setiap keputusan memiliki konsekuensi nyata bagi kesejahteraan keluarga mereka.
Buku ini memadatkan pelajaran yang telah kupelajari selama puluhan tahun menjadi sebuah peta jalan praktis, sehingga kamu tidak perlu menghabiskan 20 tahun untuk mencari tahu semuanya.
Dan kabar baiknya? Kamu tidak harus melakukannya sendirian.
Jika kamu pernah merasa sistem keuangan tidak berpihak pada orang biasa, ketahuilah bahwa kamu tidak sendirian—dan solusi nyata itu ada.
Dengan pengetahuan, ketulusan, dan usaha kolektif, kita bisa memutus rantai yang membelenggu begitu banyak orang akibat riba dan utang yang mencekik—dan menggantinya dengan kerangka kerja yang menghargai martabat manusia, keuntungan bersama, dan berkah dari kekayaan yang jujur.
Lihat Lampiran A: Sejarah Mata Uang Fiat Modern↩︎